Singkat
cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan mencari
tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku makin
jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, sudah basah benar-benar
kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi lama-lama makin
susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak. Aku jadi ingin
cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan waktu aku menemui
tempat yang enak, aku siap-siap berendam, aku lepas sandalku. Tapi
waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan yang memegang
bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi pisau lipat ke
leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku diam saja,
salah-salah leherku nanti digoroknya.
“Mau..
mau apa lo ke gue?” aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke aku.
Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata cowok
itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu, rupanya
mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung buka
baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa aku.
Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara, “Sekarang
lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!” Aku jadi
ingat bagaimana korban-korban perkosaan yang akulihat di TV, aku jadi
ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku dibunuh.
Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan muasin
mereka asal mereka tidak bunuh aku.
“Oke..
oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu berdua,
tapi tidak usah pakai nodong segala dong.” Aku berusaha ngomong, padahal
aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah membentak
aku, “Goblok, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan macem-macem ya!”
Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, “Santai dong, emangnya
gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap diperkosa orang?
Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?” Kedua orang itu
melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku lega setengah
mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin mereka dulu.
Aku
mulai buka Samping-ku, “Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau
satu-satu?” Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang
satunya, “Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood.” Temannya
mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat,
ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih
halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di
atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih
senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa
menikmati permainannya.
“Ah..
yeah.. ah.. siapa.. siapa nama loe?” aku tanya dibalik
desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia
terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang
sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak
usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan
ternyata masih menyisa sekitar 5 – 7 senti. Aku jilat kepala penisnya
terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, “Oke..
terus.. terus.. Yeah..” Ternyata ada juga cowok yang suka berdesah-desah
kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar,
“Belum dijawab?”
“Oh, sorry. Nama gue Jeff.”
Dia
menjawab sambil terus merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan
kuhisap-hisap. Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya.
“Elo tinggal di sini juga ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?”
Jeff kaget juga waktu aku ngomong gitu.
“Memang elu tahu dari mana?”
Aku nyengir terus aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama liurku.
Aku
berhenti lagi sebentar, “Gue lihat elu. Gila lu ya! berdua ngentotin
cewek, keliatannya masih kecil lagi.” Jeff nyengir, “Itu adik kelas gue,
dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke sini, dan gue
entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin sama kami
berdua.” Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung cari
posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia langsung
menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku. Terus dia
mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat. Terus dan
terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut penisnya, aku
digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku. Terus dia mengocok
aku sambil bediri, seperti gaya ngocoknya Tom Cruise di film Jerry
Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan aku makin
merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku
kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku
pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi
pinggangku.
Aku
lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang mendekatiku,
sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara mendengarkan
desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah tegang sekali.
Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya aku tidak banyak
cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan jongkok
meng-“karaoke”-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar sekali, tapi
aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan pantatnya.
Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa vaginaku
jebol.
Lama
juga aku meng-“karaoke”-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku
berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku
sudah pasrah kalau dia bakal menyodok-nyodok vaginaku, tapi kali ini
tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung
ke anusku. “Ah.. aduh..” anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada
persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya
masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau
dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau
nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung
kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku.
Dadaku goyang-goyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu
membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku.
Benar-benar
kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia meremas dadaku
halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya. Mendadak rasa
sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya permainan
tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku diremas-remas,
tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar klitorisku,
mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa sakit
kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan
nikmatnya seluruh tubuhku.
Aku
mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang kedua
kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan
cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak
dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian
soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang
lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum
akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun,
aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk
mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat
di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang
lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie.
Vivie juga sibuk mengulum-ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku
tetap diam sampai mereka selesai main.
Terus
aku dikenali sama cewek mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf,
namanya Angel. Aku baru ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis
muasin Jeff sama Lex. Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana,
kebenaran Ricky dan Alf lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi
akhirnya akur lagi, dengan catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya
Jeff sama Lex. Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan
waktu mereka lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia
dan dikenali sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya nge-sex juga.
Makin asik juga, sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di
kelompok kami, dan seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk
muasin nafsu kami masing-masing.
|
No comments:
Post a Comment